Indonesia adalah Negara yang besar, kuantitas pemeluk islamnya juga besar, bahkan terbesar di dunia, ada organisasi paling besar se-dunia pula di sana, organisasi yang selalu menjunjung tinggi keragaman, organisasi yang selalu berfikir matang dulu sebelum bertindak sampai kadang terlena hingga tidak ada tindakan.
Di Indonesia seringkali terjadi hal-hal yang sulit dicerna nalar (baca; aneh), mungkin karena Indonesia dipenuhi manusia-manusia aneh. Yach… memang keanehan itu sengaja diciptakan oleh Allah agar jadi i’tibar (tulodo) bagi manusia yang cerdas untuk merawat jiwa ulul albabnya.
Bagaimana tidak aneh???. Ada non muslim masuk kedalam masjid ramai. eee... mbok ya di doakan saja yang bagus, mudah-mudahan non muslim itu bisa masuk Islam dengan berkahnya masjid. Ada gambar mirip peso cukur di uang saja sudah ramai, kebangkitan inilah… itulah… eee ya mbok di konfirmasi dulu sama yang membuat. Ini lagi, ada masjid yang bentuk bangunannya mirip salib, ramai lagi. eee… sekali lagi ya mbok konfirmasi dulu sama arsiteknya, sebelum menuduh yang nggak-nggak.
Padahal ada masjid yang mirip kelenteng, vihara, atau masjid-masjid dengan ornament adat local sejak dulu, tidak ada yang ramai. Ada bangunan-bangunan masjid dengan bangunan-bangunan adat yang notabene dulu bukan lahir dari Islam juga tidak rame.
Opo yo mereka itu tipe manusia-manusia kagetan sampai jadi se-LEBAY gitu?
Pancen aneh wong-wong negoro iki. Piye ora aneh? Kalau memang mereka cinta tanah air, menjadi abdan syakuro -orang-orang yang bisa mensyukuri ni’mat kemerdekaan. Tentunya mereka tidak menghujat orang-orang yang getol menjaga KESATUAN NEGARA, menghormati simbol-simbol negara, tidak menggugat pemimpin yang sah, dan sistem politik negeri yang memang maslahat ini.
Ini tidak. “Yang dielu-elukan dZakir Naif, yang dipuji Raja Salman dan yang mereka idolakan Erdogan seraya meneriakkan khilafah syariah sebagai pekikan. Manakala para kyai yang selama ini menjaga NKRI malah dihujat, pemimpin sah digugat, dan sistem politik negeri yang maslahat ini dianggap thogut dan khurafat. Memang selama ini mereka hidup dan makan dimana?”, (Meminjam kata Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Malang Jatim, H. Abu Yazid AM.MA).