Jatidiri yang Memudar


Pada suatu kesempatan, salah satu Reporter kami jalan-jalan ke wilayah tetangga di daerah pinggiran, (biasa... kalau tidak dipinggiran ya bukan reporter kami). Reporter kami sangat tertarik dengan kejadian demi kejadian...peristiwa demi peristiwa yang menggegerkan Negara itu. Bahkan, "katanya" gara-gara semua itu, Indonesia kehilangan jatidirinya. (02/02/2017).

Seperti biasanya, sampai di tempat tujuan reporter kami langsung cari tempat cangkrukan ikut nimbrung orang-orang yang lagi Ngopi Bareng di Warung Kopi.
  • Anton: Jan...Jan... Orang-orang itu apa kebanyakan minum pil cekok ya???
  • Samir: Ada apa lho kang Anton...? datang-datang kok nggrutu, apa tadi malam nggak dikasih itu... sama istri, hehehe....
  • Anton: Hussyy... Kalau itu urusan pibadi dek
  • Samir, hehehe... ini udah urusan negara dan rakyatnya. Habis ketawa sebentar Anton langsung serius lagi. Mendengar Anton menyinggung kata negara, reporter kami langsung tertarik dan biasa... kopi udah dapet, tinggal beritanya dong....hehehe...
  • Reporter: Memang urusan apa lho kang Anton? tanya reporter kami kepada kang Anton, santai sambil ngudud jisamsu.
  • Anton: Ini lho mas..., kalau tak pikir-pikir, Indonesia sekarang ini telah kehilangan jatidiri, adat ketimurannya sudah terkikis dan tergerus oleh pengaruh-pengaruh yang tidak jelas datang dari siapa. 
  • Reporter: Indonesia kehilangan Jatidiri...??? Bagaimana maksud Kang Anton, aku kok nggak mudeng... 
  • Anton : Orang-orang tua kita dulu sering berpesan kepada kita agar menyayangi yang lebih muda dan menghormati orang yang lebih tua. Boso (jawa "berbahasa yang baik"), memanggilnya dengan sebutan-sebutan kehormatan, seperti; "kang", "pak", "mbah", "mas" "yai" dan lain-lain. Ya to mas reporter? 
  • Reporter: Iya Kang. Terus hubungannya dengan JATIDIRI BANGSA INDONESIA??? tanya reporter dengan nada penasaran.
  • Anton: Astaghfirullahal adzim...belum tak jawab to pertanyaan mas reporter yang itu???
  • Reporter: Iya Kang. jawab reporter singkat sambil tersenyum 
  • Anton: Seperti yang saya jelaskan diatas tadi, tentang saling menyayangi dan menghormati itu, berhubungan dengan unggah-ungguh atau adab atau akhlaq. Akhlak memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Karena nasib suatu negara ada di tangan bangsanya, jadi bangsa yang berakhlak baik secara otomatis akan berupaya mendirikan dan membangun negara yang baik pula, dan kokoh dengan taburan akhlak-akhlak mulia. Tidak adanya akhlak yang baik dalam diri individu suatu bangsa akan menyebabkan krisis jatidiri, kemerosotan moral dan bahkan keruntuhan suatu negara. Paham yo mas reporter...?
  • Reporter: ya iya to kang anton...aku juga tau kemana omongan sampean ini berlabuh, hehehe.... kaya cinta aja berlabuh...? jawab reporter sambil cengar-cengir.
  • Anton : ya udah, kalau sampean paham bin mudeng dengan omongan saya dan bahkan tau kemana arah pembicaraan saya, mudah-mudahan semua rakyat Indonesia juga bisa seperti itu. O ya... (lanjut Anton) bilangin ke reporter-reporter seperti sampean kalau memanggil orang jangan hanya dengan menyebut namanya saja, tanpa embel-embel bapak/pak, ibu/bu, kiyai, habib, dan lain-lain, lihat tu masyarakat kecil jadi ikut-ikutan mereka.
  • Reporter: Iya Kang Anton, nanti tak omongin ke reporter-reporter lain. Saya jadi mikir ini kang anton (lanjut reporter) Gimana kalau anak saya- memanggil saya- hanya dengan menyebut nama saya begitu saja. Gubrak...!!! eee... tak jotos, hehehe... Setelah mengakhiri pembicaraannya reporter langsung minta izin pergi duluan sama orang-orang yang ada disitu, baik yang ikut ngomong dalam obrolan tadi atau orang yang hanya diam saja.
Lebih baru Lebih lama