Hari Santri Nasional 2017 di Lampung tekesan lebih ramai, semarak dengan kegiatan-kegiatan yang agamis dan lomba-lomba islami. Di Pesawaran, PCNU Pesawaran selain mengadakan pesantren kilat, istighotsah kubro, juga ada pembacaan sholawat Nariyah di beberapa titik di kecamatan-kecamatan yang ada di Pesawaran, dan paginya upacara bendera dilanjut dengan kirap santri Nusantara.
Begitu juga di Pringsewu, di Kabupaten Kota, PWNU Sendiri dan Kabupaten-Kabupaten lainnya se-Lampung, semua menyemarakkan hari santri nasional dengan damai dan meriah. Akan tetapi sayang saat puncak acara HSN 2017 di tingkat Kabupaten Lampung Selatan telah dinodai dengan ujaran kebencian dan pernyataan provokatif oleh Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan di depan para kiai dan santri, Ahad (22/10).
Sontak peringatan yang asalnya hidmah itu menjadi memanas dengan isi pidato Zainudin Hasan, Bupati Lampung Selatan, lebih-lebih reaksi yang keluar dari anak-anak muda NU, mereka tidak terima dengan ujaran-ujaran yang disampaikan oleh Zainudin Hasan, karena telah dinilai menyebar kebencian dan provokatif, bahkan adudomba diantara kaum nahdliyyin.
Banyak yang menyayangkan dengan apa yang dikatakan oleh Bupati Lamsel dalam pidatonya itu. Sebagai seorang pemimpin daerah harusnya mampu memberikan pernyataan yang menyejukkan dan menjalin persatuan dan kesatuan, bukan sebaliknya. Apa yang dikatakan oleh Ketum PBNU ihwal jenggot, jubah dan sorban mestinya tidak dimaknai secara general. Sehingga terkesan bahwa Kiyai Said menjelek-jelekkan orang-orang yang berjubah dan berjenggot, itu pemahaman yang naif.
Kyai Said tidak pernah mencela mereka yang berjenggot, atau mengolok olok mereka yang bersorban dan berjubah, tapi beliau hanya sekedar mendudukan persoalan jenggot, sorban dan jubah sesuai pada tempat yang semestinya, yakni kalau orang berjenggot, memakai jubbah dan bersorban seharusnya diimbangi dengan prilaku yang santun, arif dan bijaksana, sehingga antara simbol dan prilakunya ada keselarasan.
Jadi secara implisit Kiyai Said sangat mengagumi dan menghormati orang-orang berjuba, bersorban dan berjenggot, jika sesuai dengan prilakunya, ia santun, arif dan bijaksana. Akan tetapi jika ia suka menebar kebencian, kasar, provokatif, suka mengadudomba dan sebagainya, maka hendaknya ia malu dan instrospeksi dengan jenggot, sorban dan jubahnya. Dan orang-orang yang seperti inilah yang disindir oleh Kyai Said, bukan yg lainnya.
Apalagi kalau sampai dipahami bahwa Kiyai Said mengolok-olok para pendiri NU yang berjenggot, berjubah dan bersorban, seperti pemahaman Bupati Lampung Selatan. Pemahaman ini jauh panggang dari apinya. Saya yakin, jika setiap orang lebih mendahulukan husnudz-dzon daripada su’udz-dzonnya (baca; kebenciannya) ia akan mampu memahami pidato-pidato Kiyai Said yang banyak bertebaran di bumimaya.
Endingnya si-Bupati Lampung Selatan menjadi terlapor karena ujaran kebencian dan provokasi dalam pidatonya di puncak acara HSN 2017 di Lampung Selatan. Tidak hanya itu, warga nahdliyin juga menuntut ia menarik lagi ucapannya dan meminta maaf langsung kepada khalayak sebagai simbul penyesalan.
Akhirnya, pada hari Rabo 25 Oktober 2017, ia meminta maaf baik secara tertulis di media-media juga berbicara langsung menemui para domonstran yang menuntut ia meminta maaf secara langsung dengan ucapan, karena provokasinya dan ujaran kebenciannya dengan ucapan maka permintaan maafnya juga harusnya dengan ucapan pula.
Demikian, warga nahdliyin dengan legowo memaafkan si-Bupati itu, akan tetapi hukum tetap hukum, ini Negara hukum jadi meskipun warga nahdliyin sudah memaafkan tapi hukum harus tetap ditegakkan. Semua pelaporan yang sudah masuk di kepolisian akan tetap berjalan sesuai dengan mekanismenya.