Di bulan ini, yaitu bulan Rajab, kaum muslimin biasa memperingati satu peristiwa yang sangat luar biasa, yaitu peristiwa perjalanan Rasulullah saw dari Makkah ke Baitul Maqdis, kemudian naik ke sidratul muntaha menghadap Pencipta alam semesta.
Peristiwa ini tidak akan dilupakan kaum muslimin, karena sholat lima waktu sehari semalam diperintahkan oleh Allah pada saat Isra’ dan Mi’raj. Untuk memperingati dan memaknai peristiwa yang luar biasa tersebut, biasanya kaum muslim mengadakan sebuah kajian, taffakur, pengajian, dzikir dan acara-acara lain yang berkaitan dengan pemaknaan isro’ mi’roj itu sendiri dalam rangka menanamkan rasa kebanggaan serta menumbuhkan rasa kecintaan dengan ajaran Islam dalam hati para pemeluknya.
Peringatan Isro’ mi’roj Nabi Muhammad SAW, adalah sebuah momentum penting bagi umat islam di seluruh dunia. Selain sebagai bentuk rasa syukur, bahagia dan bangga atas di utusnya Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk sepanjang zaman, juga sebagai ajang mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam.
Kalau ada sebagian golongan yang mengatakan bahwa memperingati Isro’ Mi’roj hukumnya bid’ah, itu adalah hak mereka. Menurut hemat kami, peringatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW bisa disamakan dengan peringatan mauled Nabi. Jika Nabi Muhammad SAW sendiri dan para sahabat tidak pernah melakukannya bukan berarti hal tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan satu qoidah fiqhiyyah:
الأَصْلُ فِي العَادَاتِ وَالُمعاَمَلاتِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asli adad dan mu’amalat adalah boleh, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Peringatan-peringatan seperti Isro’ Mi’roj, Maulid Nabi, dan Tahun Baru Hijriyyah adalah sebuah budaya atau tradisi masyarakat bukan sebuah Ibadah, sehingga penilian yang ada hanya berkisar dicintai atau dibenci oleh syari’. Sementara Rasulullah SAW telah bersabda
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ فَعَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا, وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ فَعَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.
“Barang siapa menciptakan tradisi baru yang bagus, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang ikut mengerjakannya, dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka dan barang siapa yang menciptakan tradisi baru yang jelek, maka ia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang ikut mengerjakannya, dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka.”
Hadits ini jelas merupakan anjuran untuk bisa kreatif, maksudnya setiap orang islam dianjurkan oleh Rasulullah saw agar bisa mengembangkan apa saja yang sudah disampaikan dan diajarkan oleh beliau, baik melalui kalam ilahi atau sunnah beliau saw, tidak peduli dengan tata cara, model prilaku, ketentuan, tindakan atau peraturan apapun, asal tidak keluar dari riel dan koredor syar’i.
Misalnya Rasulullah saw perintah agar umatnya bersedekah, Apakah sesat kalau mereka membuat nasi tumpeng dan ingkung ayam terus disedekahkan? Misalnya lagi, Rasulullah saw memerintahkan umatnya agar menuntut ilmu, membaca Al-Qur’an dan bersilatur rahim.
Apakah sesat kalau mereka membentuk jama’ah yasin dan tahlil, jama’ah khotmil Qur’an, jama’ah istighotsah dan lain-lain, sebagai wadah untuk mempererat tali silatur rahim, mempererat ukhuwwah islamiyyah, dan sebagai lahan bagi mereka untuk menimbah ilmu, membaca Alqur’an dan bersedekah?
Tentu jawaban dari semua itu adalah TIDAK SESAT. Begitupun peringatan-peringatan seperti Isro’ Mi’roj dan Maulid Nabi adalah sebuah tradisi masyarakat, sebagai wujud rasa syukur terhadap al-Kholiq dan rasa mahabbah terhadap Rasul dan kekasih-Nya.
Kiranya hanya ini yang bisa saya tulis, mudah-mudahan bermanfaat. Silahkan kunjungi situs-situs lain yang menganggap bahwa peringatan-peringatan seperti mauled Nabi, Isro’ Mi’roj bukanlah bid’ah, mungkin akan anda temukan dalil-dalil lain yang dapat menguatkan dalil-dalil yang ada di sini. Waallohu A’lam bis Showab.
Tag :
Hujjah ASWAJA