BULAN Ramadhan telah berakhir. Banyak pelajaran yang dapat dipetik untuk menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan yang akan datang, baik berupa pelajaran hukum, hikmah, faidah ataupun tentang fadhilah. Kemudian tibalah kita di Hari Raya Idul Fitri. Kita pantas berbangga hati dan bergembira karena momentum kemenangan dan maghfiroh dari Allah SWT, sebagaimana yang tersurat dalam sebuah hadis Qudsi
اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا اُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ .
“Apabila mereka berpuasa di Bulan Ramadhan, kemudian keluar untuk merayakan hari raya, maka Allah pun berkata, ‘Wahai Malaikatku, setiap orang yang mengerjakan kebaikan dan meminta balasannya, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘Wahai umat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan’. Kemudian Allah pun berkata: ‘Wahai hamba Ku, kalian telah berpuasa untuk Ku dan berbuka untuk Ku, maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan.”
Namun, dosa-dosa yang diampuni itu hanya yang berhubungan langsung dengan Allah. Terus bagaimana dengan dosa-dosa yang berkaitan dengan sesama kita. Dalam hal ini, ampunan Allah bergantung pada pemaafan masing-masing yang bersangkutan?. Bermula dari keprihatinan ini, timbulah tradisi Halal Bihalal, sebuah tradisi hasil kreatifitas manusia dalam memahami pesan-pesan yang terkandung dalam ajaran agamanya.
Tradisi silaturrahmi dan saling memaafkan antar sesama adalah sesuatu yang sangat indah, sebuah proses pembelajaran untuk menyadari kesalahan dan bisa memaafkan kesalahan orang lain. Tradisi saling memaafkan atau halal bihalal ini awalnya hanya ada di negara Indonesia, kemudian diadopsi oleh negara-negara serumpun melayu.
Secara konsep, istilah dan kegiatan halal bihalal ini tidak muncul dengan tegas dari Alquran dan Alhadits. Namun, jika dilihat dari roh kegiatannya, Alqu’an dan Alhadits memang memberikan landasan untuk itu. Selain muatan shodaqoh dan silaturrahmi yang ada didalamnya, corak keislaman juga tercermin dari tradsi ini, setidaknya ada isyarat dari surat Ali ‘Imron ayat 134-135, yang memerintahkan pelaku kesalahan, agar menyadari kesalahannya, kemudian memohon ampun atas kesalahannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi.
Tradisi halal bihalal yang sarat dengan pesan-pesan indah dan islami ini, menjadi semakin berma’na tatkala disusuli dengan puasa enam hari di Bulan Syawal, lalu di tutup dengan tradisi ‘Kupatan’. Kalau halal bihalal menjadi tradisi penutup puasa Ramadhan, maka tradisi Kupatan adalah penutup puasa Syawal 6 hari. Oleh Rasulullah SAW, puasa Ramadhan diikuti dengan puasa 6 hari di Bulan Syawal disamakan seperti puasa dahr (puasa setahun). Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه
Dari Abi Ayyub Al-Anshori RA. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda; “Barang siapa yang puasa Ramadlan, kemudian di ikuti dengan puasa enam hari pada bulan syawal, maka dia seperti puasa satu tahun”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmizhi, Nasa’i dan Ibnu Maajah).
Tradisi Kupatan ini adalah tradisi dimana hampir setiap warga kampung membuat makanan kupat, lalu mereka saling bersilaturrahmi dan bertukar makanan untuk saling mencicipi. Indah sekali melihat masyarakat guyub, rukun dan menampakkan sifat-sifat muslim dan muslimah sejati. Sehingga kesan bahwa Islam rahmatal lil ‘alamin benar-benar terwujud dan terealisasikan. Waallohu a’lam.
Tag :
Belajar Islam
0 Comments for "Hikmah Tradisi Halal Bihalal dan Kupatan"