Di suatu daerah ada seorang petani sukses dan baik budi. Ia mempunyai beberapa anak laki-laki yang malas dan rakus. Hal inilah yang membuat ia terlihat kurang bahagia. Ia selalu berfikir dan berfikir untuk menghasilkan ide-ide yang bisa membuat anak-anaknya berubah menjadi anak-anak yang suka bekerja keras, sehingga tidak rakus lagi. Namun ide-ide itu tak kunjung datang, hingga ajal hendak menjemputnya.
Saat mendekati ajalnya, ia mengumpulkan anak-anaknya dan berkata agar mereka mau menggali kebun-kebun yang ia miliki, jika ingin menemukan harta karun yang ada di dalamnya. Segera setelah si-ayah itu meninggal, anak-anaknya bergegas kekebun dan menggalinya dari satu sudut ke sudut lainnya, bahkan sudah semua kebun ayahnya mereka gali, tapi mereka tak sepeserpun menemukan harta karun yang dikatakan ayahnya, sehingga membuat mereka putus asa dan menghentikan pekerjaannya yang sia-sia itu.
Ketika melihat tanah perkebunan yang menghampar kosong, jika ditanami jagung tidak perlu di bajak lagi. Terpikir oleh mereka untuk menanaminya jagung, karena sayang jika dibiarkan begitu saja, hitung-hitung bisa menjadi obat capek karena berhari-hari menggali dan menggali. Kemudian merekapun menabur benih-benih jagung di tanah perkebunan milik ayahnya itu dan menjual hasilnya, sehingga mereka mempunyai banyak uang.
Setelah musim panen berlalu, mereka kembali berpikir tentang harta karun yang dikatakan ayahnya, mungkin benar-benar ada dan belum ditemukan oleh mereka saat menggali; mereka pun menggali lagi tanah perkebunan itu dengan harapan bisa menemukan harta karun yang dikatakan ayahnya, namun hasilnya sama saja-nihil.
Namun ketika melihat tanah perkebunan yang menghampar kosong, jika ditanami jagung tidak perlu di bajak lagi. Kembali terpikir oleh mereka untuk menanaminya jagung, dan merekapun menanaminya lalu menjual hasilnya. Hal itu terjadi bertahun-tahun, sehingga membuat mereka menjadi orang-orang kaya, karena hasil panennya selalu melimpah.
Pada tahun-tahun berikutnya mereka mulai memahami musim yang sebelumnya sama sekali tidak mereka pahami. Mereka juga menjadi terbiasa bekerja keras. Sehingga tanpa mereka sadari, mereka telah berubah, dari anak-anak yang dulunya pemalas menjadi orang-orang yang suka bekerja keras. Mereka menjadi petani-petani yang jujur, kaya dan bahagia. Mereka juga telah melupakan harta karun yang dikatakan ayahnya itu, seiring dengan timbulnya pemahaman dan kesadaran mereka terhadap hakekat dari kata-kata ayahnya itu.
Kisah ini gubahan dari kisah Hasan Basri, seorang sufi yang hidup seribu dua ratusan tahun yang lalu yang sangat kaya dengan hikmah. Silahkan pembaca gali sendiri hikmah tersebut!!
Posting Komentar