Bilal Jum’at, Dasar Hukum dan Tatacaranya


Bilal Jum’at atau muroqqi atau seseorang yang meminta perhatian jama’ah jum’at agar menyimak khutbah sekaligus mengatur prosesi khotbah jum’at, tidaklah tergolong bid'ah. Mengapa? Karena hal itu pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw.
 
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitab Tanwirul Qulub fi Mu'amalati 'Allam al-Ghuyub, hal. 179 -180. berkata, "Menjadikan seorang muraqqi atau bilal pada shalat Jum'at baru dilakukan pasca abad pertama hijriyah. Namun sesungguhnya Rasulullah Saw pernah menyuruh seseorang untuk meminta perhatian orang banyak agar menyimak khutbah beliau di Mina ketika haji Wada'. Inilah sebenarnya hakikat dari muraqqi itu. Sehingga pelaksanaannya sama sekali tidak dapat digolongkan sebagai bid'ah, karena dalam penyebutan ayat (yang artinya): "Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya membaca shalawat kepada Nabi", terdapat peringatan dan motivasi untuk selalu membaca shalawat kepada Nabi Saw pada hari yang agung ini, yang memang sangat dianjurkan membaca shalawat. Dan dalam pembacaan hadits riwayat Imam Muslim dan lainnya setelah adzan: "Apabila kamu berkata-kata kepada temanmu, padahal imam sedang berkhutbah, maka sungguh sia-sia Jum'at-mu". Hadits ini memberi peringatan kepada orang mukallaf untuk menjauhi perkataan yang haram ataupun perkataan yang makruh selama khutbah. Nabi Saw mengucapkan hadits ini ketika beliau menyampaikan khutbah di atas mimbar. Hadits tersebut adalah shahih. As-Syibramalisi mengatakan, boleh jadi Nabi SAW mengeluarakan hadits itu pada awal khutbah karena mengandung perintah untuk diam dan tenang menyimak khutbah.".
 
Sesuai dengan perkataan Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi ini, maka yang dianjurkan untuk dibaca bilal adalah hadits yang berkaitan dengan peringatan itu. Misalnya sabda Rasulullah Saw :
 
رُوِيَ عَنُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْه أَنَّهُ قَال قَالَ رَسُولُ اللِه صَلّيَ اللهَ عَلَيهِ وَسَلَم إذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الُجمعَةِ أَنْصِتْ وَالإمَامُ يَخطُبُ فَقَدْ لَغَوت. 
 
Artinya : "Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Apabila engkau katakan kepada temanmu pada hari Jum'at (kata) "diamlah" sewaktu imam menyampaikan khutbah, maka sesungguhnya hilanglah jum'atmu." (HR Bukhari).
 
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk membid'ahkan perbuatan ini. Bilal Jum'at itu tidak dilarang dalam agama karena ada tujuan terpuji di balik pelaksanaannya. Dan Rasulullah Saw juga pernah melaksanakannya. Sedangkan tatacara Bilal Jum’at, di setiap daerah atau desa biasanya mempunyai tatacara yang berbeda-beda. Di antaranya ada yang memakai cara sebagai berikut:
 
Acara di awali oleh bilal. Posisi bilal berada di dekat mimbar membawa tongkat menghadap ke jama’ah, seraya membaca bacaan seperti berikut ini :
 
مَعَاشِرَ الُمسْلِمِين وَزُمْرَةَ المُؤْمِنِينَ رَحِمَكُمُ الله، رُوِيَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْه، أَنَّهُ قَال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلْ: إذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الُجمعَةِ أَنْصِتْ وَالإمَامُ يَخطُبُ فَقَدْ لَغَوت، (أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله. X۲) أَنْصِتُوا وَاسْمعُوا وَأطِيْعُوْا لَعَلَكُمْ تُرْحمَون. 
 
Setelah bilal selesai membaca kalimat di atas, lalu bilal menghadap qiblat, sedangkan khotib berjalan menghampiri bilal meminta tongkat yang dibawah bilal, terus dibawah menuju mimbar dengan di iringi bacaan sholawat tiga kali oleh bilal, seperti di bawah ini :
 
اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ، اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ، اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحمّدٍ وَعَلَي أَلِ سَيّدِنَا مُحمَدٍ. 
 
Sampai di atas mimbar, khotib berdiri menghadap jama’ah, sementara bilal meneruskan membaca do’a berikut ini :
 
اللَّهُمَّ قَوِّ الْاِسْلامَ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالُمسْلِمَات والمُؤْمِنِين وَالُمؤْمِنَات، وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِ الِدّيْنِ وَاخْتِمْ لَنَا بِالخَيْر ويَا خَيْرَ النَّاصِرِينَ برَحْمَتِكَ يااَرْحَمَ الرَاِحِمين. 
 
Salesai do’a di atas, khotib langsung mengucapkan salam kepada jama’ah, lalu duduk. Kemudian bilal mengumandangkan Azhan. Setelah itu bilal terus duduk, sedangkan khatib terus berdiri dan memulai khutbah pertamanya. Selesai khotbah pertama, bilal melantunkan sholawat yang biasa dibaca diantara dua khutbah, misalnya seperti berikut ini : 
 
أَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ، وَزِدْ وَاَتِمْ وَتَفَضَّلْ وَبَارِكْ، بِجَلاَلِكَ وَكَمَالِكَ عَلَى زَيْنِ عِبَادِكْ، وَأَشْرَفِ عِبَادِكَ سَيِّدِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ، وَإِمَامِ طَيْبَةَ وَالْحَرَامْ، وَمَنْبَعِ الْعِلْمِ وَالْحِلْمِ وَالْحِكْمَةِ وَالْحِكَمْ, أَبِي الْقَاسِمِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وأَلِهِ وَسَلَّمَ، وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. 
 
Selesai bacaan sholawat tersebut, khotib berdiri dan memulai khotbahnya yang kedua. Selesai khotbah yang kedua, bilal langsung Iqomah.
 
Demikianlah contoh yang dilakukan bilal jum’at atau muroqqi dalam prosesi khotbah jum’at yang biasa dikerjakan oleh warga Nahdlotul Ulama’. Waallohu a’lam bis-showab.

islamiro

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah NKRI

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak