Secara bahasa manaqib berarti meneliti atau menggali, secara istilah diartikan sebagai riwayat hidup seseorang yang berisikan tentang budi pekertinya, ahhlaknya, keilmuannya, karomahnya dan lain sebagainya yang patut dijadikan suri tauladan. Sedangkan manaqiban adalah acara pembacaan biografi (manaqib) seorang tokoh ulama.
Sebagian masyarakat di Indonesia menjadikannya sebagai satu tradisi spiritual. Tujuan manaqiban selain untuk meneladani kisah hidup seorang ulama, juga sebagai bentuk tabarukan pada tokoh tersebut, selain sebagai wujud cinta kepada tokoh yang kita baca, seperti kecintaan seseorang kepada Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang diekspresikan dengan membaca manaqibnya.
Anehnya, tradisi yang mendarah daging di tengah masyarakat itu dibid'ahkan oleh beberapa orang. Padahal menceritakan kisah-kisah pendahulu dengan niat untuk meniru dan mengambil pelajaran dari berbagai pengalaman baik yang dicontohkan dan menimbulkan rasa cinta adalah anjuran Allah.
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ وَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللهِ فَاِذَا جَآءَ اَمْرُ اللهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ
Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum engkau (Nabi Muhammad). Di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul pun membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka, apabila telah datang perintah Allah (hari kiamat), diputuskanlah (segala perkara) dengan adil. Ketika itu, rugilah para pelaku kebatilan. (QS. Ghafir: 78).
Dikuatkan lagi dengan hadits Nabi SAW yang Artinya: Dari Abdillah dari Nabi Saw, bahwasanya beliau bersabda: "Seseorang itu bersama orang yang dicintai.
Menurut para ulama, tradisi manaqiban yang diniati tabarukan kepada wali itu sangat dianjurkan. Sebagaimana didawuhkan Abdullah bin Alawi al-Haddad.
إعلم يَنْبَغِي لِكُلِّ مُسْلِم طَالِبِ الْفَضْلِ وَالْخَيْراتِ اَنْ يَلْتَمِسُ الْبَرَكَاتِ وَالنَّفَحَاتِ وَاسْتِجَابَة الدُّعَاءِ وَنُزُوْلِ الرَّحْمَاتِ فِي حَضَرَاتِ الْأَوْلِيَآءِ فِي مَجَالِسِهِمْ وَجَمْعِهِمْ اَحْيَاءً وَاَمْوَاتًا وَعِنْدَ قُبُوْرِهِمْ وَحَالَ ذِكْرِهِمْ وَعِنْدَ كَثْرَةِ الْجُمُوعِ فِي زِيَارَاتِهِمْ وَعِنْدَ مُذَاكَرَاتِ فَضْلِهِمْ وَنَشْرِ مَنَاقِبِهِمْ (مصباح الأنام وجلاء الظلم، ص ١٠)
Artinya: Ketahuilah! Ssebaiknya setiap muslim pemburu keutamaan dan kebaikan, untuk mencari berkah dan anugerah, terkabulnya doa dan turunnya rahmat di depan para wali, di majelis-majelis dan kumpulan mereka, baik yang masih hidup ataupun sudah mati. Dan di kuburan mereka, ketika mengingat mereka, dan ketika banyak orang berkumpul dalam berziarah kepada mereka, serta ketika mengingat keutamaan mereka, dan pembacaan riwayat hidup mereka.
Dalam kitab Bughyat al_Mustarsyidin, hlm. 97 juga disebutkan, Bahwa Rosululloh SAW pernah bersabda: Siapapun yang membuat sejarah orang mukmin (yang sudah meninggal) sama saja dia telah menghidupkannya Kembali, dan siapapun yang membacakan sejarahnya maka seolah-olah dia sedang mengunjunginya, dengan demikian maka Alloh akan meridloi dan memberikan kesenangan surga.
وَقَدْ وَرَدَ فِي اْلَاثَرِ عَنْ سَيِدِ الْبَشَرِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قاَلَ :مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِناَ فَكَأَنمَّاَ اَحْياَهُ وَمَنْ قَرَأَ تاَرِيْخَهُ فَكَأَنمَّاَ زَارَهُ فَقَدْ اسْتًوْجَبَ رِضْوَانَ اللهِ فيِ حُزُوْرِ الْجَنَّةِ.
Sebenarnya manaqib juga ada contoh dalam Al’quran meskipun hanya singkat, seperti Manaqib Ashabul Kahfi, Manaqib Raja Dzul Qur’nain, Manaqib Lukman dan lain sebagainya. Tradisi membaca manaqib wali yang dapat membawa kebaikan bahkan bisa mendorong untuk berbuat baik itu hukumnya diperbolehkan, malah dianjurkan. Sebab manaqib (riwayat hidup) orang mulia lazimnya dipenuhi dengan keteladanan. Wallahu A’lam Syekh.
Tag :
Hujjah ASWAJA
0 Comments for "Dalil Manaqiban"