Suatu ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah SAW, karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan suami istri dalam posisi tajbiyah. Soalnya, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berjima’ dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling. Lalu turunlah ayat 223 Surah Al-Baqarah. “istri-istrimu adalah ladangmu, maka datangilah ladangmu itu dari mana saja kamu inginkan.”.
Tajbiyah adalah posisi jima (hubungan suami istri) dimana lelaki mendatangi farji (kelamin) perempuan dari arah belakang. Atau kalau sekarang di sebut dengan sex dengan posisi doggie style. Ingat...! bukan mendatangi dubur. Akan tetapi mendatangi farji perempuan dari arah belakang.
Umar Bin Khattab, pernah klarifikasi dan meminta penjelasan soal ini kepada Rasulullah “Ya Rasulullah! Celaka aku. Nabi bertanya: apa yang mencelakakan kamu? Ia menjawab: tadi malam saya memutar kakiku –satu sindiran tentang bersetubuh dari belakang– maka Nabi tidak menjawab, hingga turun ayat (al-Baqarah: 223) lantas beliau berkata kepada Umar: boleh kamu bersetubuh dari depan dan boleh juga dari belakang, tetapi hindari di waktu haidh dan dubur.” (Riwayat Ahmad dan Tarmizi)
Umar Bin Khattab, pernah klarifikasi dan meminta penjelasan soal ini kepada Rasulullah “Ya Rasulullah! Celaka aku. Nabi bertanya: apa yang mencelakakan kamu? Ia menjawab: tadi malam saya memutar kakiku –satu sindiran tentang bersetubuh dari belakang– maka Nabi tidak menjawab, hingga turun ayat (al-Baqarah: 223) lantas beliau berkata kepada Umar: boleh kamu bersetubuh dari depan dan boleh juga dari belakang, tetapi hindari di waktu haidh dan dubur.” (Riwayat Ahmad dan Tarmizi)
Terkait dengan ayat 223 Surah Al-Baqarah, Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.
Demikianlah Islam, sebagai agama rahmatal lil ‘alamin, mengupas dan memberi tuntunan tentang semua sisi dan potensi kehidupan dengan detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiaannya.
Tag :
Belajar Islam