Dalam ikatan pernikahan, sebenarnya tidak ada kecenderungan kekuasaan antara laki-laki atas perempuan ataupun sebaliknya, karena keduanya harus bersama-sama membangun dan mengarungi bahtera rumah tangga menuju ridho Allah SWT. Bahkan menikah dianjurkan agar suami dan istri memperoleh ketenangan dalam hatinya, agar suami dan istri dapat menyalurkan gejolak nafsunya dan melestarikan kehidupan manusia di muka bumi.
Meskipun demikian tidak lantas suami-istri lepas dari masalah, baik dengan orang lain atau dalam keluarga. Sehingga gejolak dalam rumah tangga biasa terjadi, seperti sekedar pertengkaran, kemarahan, perbedaan pendapat dan lain-lain. Untuk itu harus ada yang bisa mengendalikan demi keberlangsungan rumah tangga, -terutama si-suami-, agar tidak berakhir dengan perceraian. Jangan malah mudah mengucap talak (cerai). Ini harus menjadi perhatian suami.
Namun jika si-suami dalam kemarahannya tiba-tiba mengeluarkan kata cerai kepada istrinya. Apakah kata cerai yang muncul dari kemarahan seperti itu sah menurut Islam?.
Dalam kitab I’anatut-Tholibun, juz 4, halaman 5 disebutkan, dalam kitab Targhibul Mustak, Imam Syamsuddin Ar-Romli saat ditanya tentang sumpah menjatuhkan talak dalam kondisi sangat marah dan tidak sadar, apakah jatuh talak atau tidak? Beliau menjawab, sebenarnya marah didalam masalah talak itu tidak ada pengaruhnya, artinya talak tetap sah meskipun saat mentalak dalam keadaan marah. Kecuali jika kemarahannya sampai menghilangkan kesadarannya.
Dalam kitab Ad-Durorus-Saniyah, juz 8, halaman 276 disebutkan bahwa, Syeikh Abdullah bin Syeikh Muhammad rahimahuma-alloh, saat ditanya tentang talak ketika marah, beliau menjawab seperti jawaban Imam Syamsuddin Ar-Romli dalam kitab I’anatut Tholibin di atas. Yaitu talak dalam keadaan marah tetap sah, kecuali kemarahan yang sampai menghilangkan kesadaran, maka talaknya tidak sah.
Kemudian Bagaimana jika ada seorang suami mengatakan atau mengaku, bahwa saat mentalak istrinya dia dalam keadaan sangat marah dan tidak sadar? Masih dalam kitab Ad-Durorus-Saniyah, Syeikh Hasan Bin Husein Bin Ali menjawab, Pengakuan suami tersebut di tolak (tidak dibenarkan) kecuali jika ada bukti yang mendukung dan membenarkan pengakuannya.
#referensi PW LBMNU Lampung
إعانة الطالبين (ج 4 / ص 5) (قوله واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان) في ترغيب المشتاق سئل الشمس الرملي عن الحلف بالطلاق حال الغضب الشديد المخرج عن الاشعار هل يقع الطلاق أم لا وهل يفرق بين التعليق والتنجيز أم لا وهل يصدق الحالف في دعواه شدة الغضب وعدم الإشعار فأجاب بأنه لا اعتبار بالغضب فيها نعم إن كان زائل العقل عذر اه بحذف وقوله وإن ادعى زوال شعوره أي إدراكه وقوله بالغضب أي بسبب الغضب وهو متعلق بزوال
الدرر السنية في الكتب النجدية - (ج 8 / ص 276) سئل الشيخ عبد الله بن الشيخ محمد، رحمهما الله: عن طلاق الغضبان؟ فأجاب: وأما طلاق الغضبان فهو يقع إذا لم يغب عقله. وأجاب الشيخ حسن بن حسين بن علي: إذا أقر بطلاق امرأته، وادعى أنه لا يشعر من شدة الغضب، فهذه الدعوى لا تقبل منه إلا ببينة تشهد أنه حال الطلاق لا شعور له، قد بلغ حد الإغماء والسكر؛ فإن شهدت بذلك لم يقع، وإن كان مجرد غضب وقع، أو لم يحضر بينة وقع أيضاً.
Hukum Menceraikan Istri dalam Keadaan Marah
Reviewed by islamiro
on
Desember 21, 2024
Rating:
Tidak ada komentar: